salam relawan... salam Tagana..
Bangunan dari batu ini di atas puncak gunung beku di Ladakh India. Mei dan Juni, suhu memang naik di atas angka nol. Namun, untuk lebih dari 10 bulan setiap tahun, suhu dingin bisa mencapai -18°C.
Struktur di Chanh-La tiga jam perjalanan dari Leh itu dibangun oleh peneliti pertahanan India sebagai kubah penyelamat nomor dua di dunia setelah Svalbard Global Seed Vault di Norwegia. Svalbard Global Seed Vault dibangun lebih dari 2 tahun lalu di sebuah pulau Arktik.
Kedua kubah ini menyimpan benih untuk masa depan, sebagai cadangan jika terjadi bencana alam ataupun malapetaka yang disebabkan manusia.
Kubah Chang-La telah mendapat lebih dari 5 ribu sampel benih, di antaranya aprikot, kubis, wortel, kentang, lobak, tomat, barley, gandum serta banyak lagi. Beberapa benih akan menghasilkan senyawa anti-malaria, dan yang lainnya juga sebagai sumber bahan kimia alami anti-kanker
“Ini adalah jenis kegiatan dari bahtera Nuh,” kata William Selvamurthy, ilmuwan senior yang mengepalai divisi ilmu kehidupan di Organisasi Perkembangan dan Pertahanan Penelitian di India di mana mendanai kubah benih Chang-La.
Simpanan kubah benih ini dapat digunakan untuk menanam ulang tanaman yang hilang akibat tindakan alamiah atapun bencana oleh manusia dalam skala regional maupun global. “Kekeringan, banjir, perubahan suhu ataupun hama dapat merusak tanaman,” kata Selvamurthy.
Ide lokasi kubah benih di ketinggian Ladakh ini datang setelah adanya invasi belalang misterius setidaknya 5 tahun lalu.
“Ini merupakan serangan besar pertama belalang di Ladakh dan merusak tanaman barley begitu parah,” kata Shashi Bala Singh, direktur dari Defence Institute of High Altitude Research di Leh yang merupakan pusat penelitian untuk mengembangkan sayuran segar di Ladakh.
Meskipun Dewan Penelitian Pertanian India menyimpan repository gen tanaman nasional di New Delhi, namun biayanya sangat mahal jika benih disimpan dalam kondisi lembap panas, kata Selvamurthy.
Benih harus disimpan di bawah -18°C dalam kondisi kelembapan rendah untuk penyimpan jangka panjang. Di Chang-La, temperatur harus dibuat dalam suhu di bawah -18°C hanya pada saat musim panas, di akhir Mei dan di awal Juni.
“Kita saat ini sedang terfokus pada varietas tanaman unggul serta tanaman tradisional yang berkembang di Ladakh,” kata Singh. Namun sejalannya waktu, katanya kubah benih ini diharapkan dapat menerima contoh dari institusi agrikultural lain di India.
Deposito benih masih terhitung sedikit jika dibandingkan dengan kubah Svalbard di mana saat ini telah menyimpan lebih dari 500 ribu sampel baik beras asal India dan Malausia, hingga gandum dari Lebanon dan Afrika Selatan, serta sampel yang lain.
Kamis, Juni 03, 2010
Jelang 2012 Orang Mulai Bangun Bunker
salam relawan... salam Tagana..
Uang jutaan dolar dikeluarkan demi membangun satu tempat yang aman dari segala bencana yang, oleh banyak ahli kebumian, diperkirakan terjadi pada 2012.
Salah satu orang yang bersedia merogoh kocek adalah Steve Kramer. Ahli terapi pernafasan berusia 55 tahun ini memiliki rumah di puncak bukit yang damai di San Pedro dengan pemandangan pohon kelapa yang subur dan atap genting merah di atas laut yang berwarna biru kehijauan. Sebuah rumah yang sempurna untuk hidup di dalamnya.
Tapi, iya tidak pusa dengan rumah indahnya itu. Kenapa? Karena tak bisa menyelamatkannya dari serangan teroris, kerusuhan sipil, bom nuklir, gempa bumi, dan bencana lain yang ia duga muncul pada tahun 2012.
Oleh sebab itu, dia menghabiskan uang US$12.500 (Rp 114 juta) membangun tempat cadangan bagi dia dan keluarganya di tempat penampungan bawah tanah di dekat Barstow.
“Saya benci melepaskan semuanya dan hidup di bunker,” kata Kramer sambil melirik perahu layar di sisi Pasifik.
“Saya tidak mencoba untuk mengabdi pada kegelapan dan bencana, namun kita harus menyiapkan segalanya.”
Legions of Americans menggali halaman belakang untuk tempat berlindung dari bencana bom atom selama Perang Dingin. Saat ini dengan tingginya kekhawatiran soal serangan teroris pasca 9/11, generasi baru mulai mencari sistem perlindungan bawah tanah.
“Dalam beberapa cara, iklim politis kita memiliki kesamaan,” kata Jeffrey Knopf, profesor keamanan nasional di Naval Postgraduate Naval School, Monterey, California.
“Telah banyak muncul kecemasan yang berkembang soal bahaya teroris akan menyebarkan senjata nuklir dan ini akan berlipat ganda.”
Hal ini menjadi isyarat para pengusaha dan mulai bermunculan produk tempat tinggal untuk bertahan hidup.
Larry Hall telah mengajak para kliennya yang kaya untuk membuat apa yang disebut kondominium untuk bertahan hidup di bawah tanah, di Kansas. Dia menjelaskan bahwa tempat itu memiliki 15 lantai di bawah tanah dan per unitnya dijual sebesar US$1,75 juta (Rp 15,9 miliar).
"Setelah gempa bumi dan ledakan vulkanik, orang-orang menelpon, mengatakan segala sesuatu yang dikatakan akan mulai terjadi," kata Hall, seorang insinyur yang tinggal di Florida. "Itu membuat orang gugup."
Sedangkan Michael Wagner menjajakan pod pribadi untuk kelangsungan hidup yang ditujukan untuk orang berlindung dari gelombang tsunami. Penduduk Oregon ini mengatakan telah mendapatkan banyak pesanan sejak gempa bumi baru-baru ini melanda Haiti dan Chile.
Banyak yang percaya dan memilih berlindung dalam bunker beton bawah tanah. Namun beberapa termasuk ayah Steve Kramer, lebih suka duduk di teras dengan minuman dingin dan menonton bencana dahsyat datang.
Namun Steve Kramer memiliki rencana lain. "Kami bukan orang gila, tetapi kali ini harus takut," kata Kramer.
Dia membuat rute peta ke bungker, menyetok makanan kering dan mengajar anaknya berusia 12 tahun untuk naik sepeda motor trail jika mereka harus melakukan perjalanan off-road untuk sampai ke bunker.
Kramer berpikir orang lain akan mulai merasakan hal yang sama mendekati tahun 2012. Dan jika ia memiliki uang untuk memastikan bahwa keluarganya aman saat sesuatu terjadi, Kramer mengatakan, kenapa tidak menggunakannya?
"Ini masalah prioritas," katanya. "Keluarga saya ingin bertahan hidup."[
Uang jutaan dolar dikeluarkan demi membangun satu tempat yang aman dari segala bencana yang, oleh banyak ahli kebumian, diperkirakan terjadi pada 2012.
Salah satu orang yang bersedia merogoh kocek adalah Steve Kramer. Ahli terapi pernafasan berusia 55 tahun ini memiliki rumah di puncak bukit yang damai di San Pedro dengan pemandangan pohon kelapa yang subur dan atap genting merah di atas laut yang berwarna biru kehijauan. Sebuah rumah yang sempurna untuk hidup di dalamnya.
Tapi, iya tidak pusa dengan rumah indahnya itu. Kenapa? Karena tak bisa menyelamatkannya dari serangan teroris, kerusuhan sipil, bom nuklir, gempa bumi, dan bencana lain yang ia duga muncul pada tahun 2012.
Oleh sebab itu, dia menghabiskan uang US$12.500 (Rp 114 juta) membangun tempat cadangan bagi dia dan keluarganya di tempat penampungan bawah tanah di dekat Barstow.
“Saya benci melepaskan semuanya dan hidup di bunker,” kata Kramer sambil melirik perahu layar di sisi Pasifik.
“Saya tidak mencoba untuk mengabdi pada kegelapan dan bencana, namun kita harus menyiapkan segalanya.”
Legions of Americans menggali halaman belakang untuk tempat berlindung dari bencana bom atom selama Perang Dingin. Saat ini dengan tingginya kekhawatiran soal serangan teroris pasca 9/11, generasi baru mulai mencari sistem perlindungan bawah tanah.
“Dalam beberapa cara, iklim politis kita memiliki kesamaan,” kata Jeffrey Knopf, profesor keamanan nasional di Naval Postgraduate Naval School, Monterey, California.
“Telah banyak muncul kecemasan yang berkembang soal bahaya teroris akan menyebarkan senjata nuklir dan ini akan berlipat ganda.”
Hal ini menjadi isyarat para pengusaha dan mulai bermunculan produk tempat tinggal untuk bertahan hidup.
Larry Hall telah mengajak para kliennya yang kaya untuk membuat apa yang disebut kondominium untuk bertahan hidup di bawah tanah, di Kansas. Dia menjelaskan bahwa tempat itu memiliki 15 lantai di bawah tanah dan per unitnya dijual sebesar US$1,75 juta (Rp 15,9 miliar).
"Setelah gempa bumi dan ledakan vulkanik, orang-orang menelpon, mengatakan segala sesuatu yang dikatakan akan mulai terjadi," kata Hall, seorang insinyur yang tinggal di Florida. "Itu membuat orang gugup."
Sedangkan Michael Wagner menjajakan pod pribadi untuk kelangsungan hidup yang ditujukan untuk orang berlindung dari gelombang tsunami. Penduduk Oregon ini mengatakan telah mendapatkan banyak pesanan sejak gempa bumi baru-baru ini melanda Haiti dan Chile.
Banyak yang percaya dan memilih berlindung dalam bunker beton bawah tanah. Namun beberapa termasuk ayah Steve Kramer, lebih suka duduk di teras dengan minuman dingin dan menonton bencana dahsyat datang.
Namun Steve Kramer memiliki rencana lain. "Kami bukan orang gila, tetapi kali ini harus takut," kata Kramer.
Dia membuat rute peta ke bungker, menyetok makanan kering dan mengajar anaknya berusia 12 tahun untuk naik sepeda motor trail jika mereka harus melakukan perjalanan off-road untuk sampai ke bunker.
Kramer berpikir orang lain akan mulai merasakan hal yang sama mendekati tahun 2012. Dan jika ia memiliki uang untuk memastikan bahwa keluarganya aman saat sesuatu terjadi, Kramer mengatakan, kenapa tidak menggunakannya?
"Ini masalah prioritas," katanya. "Keluarga saya ingin bertahan hidup."[
Matahari Meleleh, Badai Siap Menerjang Bumi
salam relawan... salam Tagana..
NOAA baru saja mengeluarkan bukti baru berupa lidah api permukaan matahari yang meleleh. NOAA merupakan lembaga yang melakukan pengamatan cuaca luar angkasa setiap hari.
Bill Murtagh menghabiskan harinya mengamati matahari, tidak secara langsung tetapi melalui sebuah pusat pengawasan cuaca ruang angkasa di National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Boulder, Colorado, Amerika Serikat .
NOAA juga merupakan sumber resmi menyangkut peringatan cuaca di luar angkasa dan pemimpin pusat aktivitas serupa di seluruh dunia. Lembaga ini juga bertugas mengeluarkan ramalan harian.
NOAA baru saja mengeluarkan bukti baru berupa lidah api dari permukaan matahari yang meleleh.
Pada kelompok jurnalis lingkungan Eropa Murtagh menjelaskan lidah api tersebut bisa menyebabkan badai geomagnetik yang mampu mempengaruhi garis transmisi listrik apapun di bumi.
Murtagh menyebutkan badai magnetik telah menyebabkan pemadaman listrik luar biasa luas di Montreal Kanada pada Maret 1989 dan membiarkan 6 juta orang tanpa aliran listrik selama lebih dari 9 jam.
Lidah api atau badai matahari pertama kali diobservasi oleh astronom Inggris Richard Carrington pada 1 September 1859. Pada malam itu, aurora luar biasa indah muncul di langit bumi dan sistem telegraf rusak, sebagai hasil badai geomagnetik yang dihasilkan lidah api tersebut.
NOAA menggunakan dua satelit untuk memonitor aktivitas harian matahari. “Jika kami melihat sebuah lidah api matahari, kami bisa memberikan peringatan yang cukup kepada pembangkit tenaga listrik. Dan masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk melindungi perangkat tersebut, sebagai contoh menunda perawatan selama beberapa hari hingga badai berakhir,” ujar Carrington
NOAA baru saja mengeluarkan bukti baru berupa lidah api permukaan matahari yang meleleh. NOAA merupakan lembaga yang melakukan pengamatan cuaca luar angkasa setiap hari.
Bill Murtagh menghabiskan harinya mengamati matahari, tidak secara langsung tetapi melalui sebuah pusat pengawasan cuaca ruang angkasa di National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Boulder, Colorado, Amerika Serikat .
NOAA juga merupakan sumber resmi menyangkut peringatan cuaca di luar angkasa dan pemimpin pusat aktivitas serupa di seluruh dunia. Lembaga ini juga bertugas mengeluarkan ramalan harian.
NOAA baru saja mengeluarkan bukti baru berupa lidah api dari permukaan matahari yang meleleh.
Pada kelompok jurnalis lingkungan Eropa Murtagh menjelaskan lidah api tersebut bisa menyebabkan badai geomagnetik yang mampu mempengaruhi garis transmisi listrik apapun di bumi.
Murtagh menyebutkan badai magnetik telah menyebabkan pemadaman listrik luar biasa luas di Montreal Kanada pada Maret 1989 dan membiarkan 6 juta orang tanpa aliran listrik selama lebih dari 9 jam.
Lidah api atau badai matahari pertama kali diobservasi oleh astronom Inggris Richard Carrington pada 1 September 1859. Pada malam itu, aurora luar biasa indah muncul di langit bumi dan sistem telegraf rusak, sebagai hasil badai geomagnetik yang dihasilkan lidah api tersebut.
NOAA menggunakan dua satelit untuk memonitor aktivitas harian matahari. “Jika kami melihat sebuah lidah api matahari, kami bisa memberikan peringatan yang cukup kepada pembangkit tenaga listrik. Dan masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk melindungi perangkat tersebut, sebagai contoh menunda perawatan selama beberapa hari hingga badai berakhir,” ujar Carrington
Indonesia Negara Paling Rentan Bencana Alam
salam relawan... salam Tagana..
Jakarta – Indonesia, Bangladesh dan Iran adalah negara yang paling rentan terhadap bencana alam sehingga berada di urutan atas ranking bencana dunia, menurut studi yang dirilis pada Kamis (27/5).
Raksasa kembar Asia, China dan India bergabung bersama Indonesia, Bangladesh dan Iran dalam daftar 15 negara dari 229 yang dinilai masuk kategori berisiko ekstrem.
Indeks Risiko Bencana Alam dibuat oleh firma penasihat risiko Inggris, Maplecroft, sebagai basis data bencana yang terjadi dari 1980 hingga 2010.
Di dalam data tersebut tersimpan berbagai indikator, termasuk jumlah dan frekuensi kejadian, total kematian yang disebabkan oleh bencana dan angka kematian tersebut dibandingkan dengan populasi negara.
Bencana yang dimaksud terdiri dari gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, badai, banjir, kekeringan, tanah longsor, gelombang panas dan penyakit epidemik.
“Kemiskinan merupakan faktor penting di negara-negara di mana baik frekuensi maupun dampak bencana alam sangat kejam,” ujar analis lingkungan Maplecroft, Anna Moss.
“Minimnya infrastruktur ditambah kepadatan berlebihan dalam suatau area dengan risiko tinggi seperti dataran rawan banjir, muara sungai, lereng terjal dan tanah reklamasi menjadi penyebab tertinggi terjadinya bencana,” terang Moss.
Menurut kalkulasi Indeks Resiko Bencana Alam, Bangladesh telah kehilangan 191 ribu nyawa sebagai hasil bencana alam selama 30 tahun terakhir dan Indonesia hampir memiliki jumlah yang sama, mayoritas korban jatuh ketika Indonesia dihantan tsunami pada bulan Desember 2004.
Sementara faktor kerentanan paling besar Iran adalah gempa bumi, di mana diklaim hampir 74 ribu nyawa melayang selama terjadi peristiwa tersebut.
India masuk ranking ke-11dengan total 141 ribu telah terenggut termasuk 50 ribu akibat gempa bumi, 40 ribu karena banjir, 15 ribu epidemik dan 23 ribu badai. Sedangkan China berada di posisi ke-12, dengan 148 ribu nyawa, di mana 87 ribu diantaranya hilang ketika gempa Sichuan 2008 berlangsung.
Negara-negara yang berada dalam kelompok G8 dipertimbangkan sebagai ‘berisiko tinggi’, turun kategori dari ‘ekstrem’.
Prancis di posisi 17 dan Italia 18, masuk dalam daftar akibat kematian massal akibat gelombang panas di tahun 2003 dan 2006, serta Amerika Serikat yang dikejutkan badai topan Katrina pada 2005.
Negara-negara yang memiliki risiko paling kecil di antaranya Andorra, Bahrain, Gibraltar, Liechtenstein, Malta, Monako, Qatar, San Mario dan Uni Emirat Arab.
Sebagian besar ahli menunjukkan peringatan tentang dampak perubahan iklim. Gangguan pola cuaca diprediksi mendorong episode bencana dengan frekuensi dan skala lebih besar menyangkut kekeringan dan banjir.
“Penelitian kami menekankan kebutuhan negara paling sejahter untuk fokus kepada upaya pencegahan dan penanganan agar resiko bencana bisa dikurangi,” ujar Moss dilansir dari Yahoonews.
Jakarta – Indonesia, Bangladesh dan Iran adalah negara yang paling rentan terhadap bencana alam sehingga berada di urutan atas ranking bencana dunia, menurut studi yang dirilis pada Kamis (27/5).
Raksasa kembar Asia, China dan India bergabung bersama Indonesia, Bangladesh dan Iran dalam daftar 15 negara dari 229 yang dinilai masuk kategori berisiko ekstrem.
Indeks Risiko Bencana Alam dibuat oleh firma penasihat risiko Inggris, Maplecroft, sebagai basis data bencana yang terjadi dari 1980 hingga 2010.
Di dalam data tersebut tersimpan berbagai indikator, termasuk jumlah dan frekuensi kejadian, total kematian yang disebabkan oleh bencana dan angka kematian tersebut dibandingkan dengan populasi negara.
Bencana yang dimaksud terdiri dari gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, badai, banjir, kekeringan, tanah longsor, gelombang panas dan penyakit epidemik.
“Kemiskinan merupakan faktor penting di negara-negara di mana baik frekuensi maupun dampak bencana alam sangat kejam,” ujar analis lingkungan Maplecroft, Anna Moss.
“Minimnya infrastruktur ditambah kepadatan berlebihan dalam suatau area dengan risiko tinggi seperti dataran rawan banjir, muara sungai, lereng terjal dan tanah reklamasi menjadi penyebab tertinggi terjadinya bencana,” terang Moss.
Menurut kalkulasi Indeks Resiko Bencana Alam, Bangladesh telah kehilangan 191 ribu nyawa sebagai hasil bencana alam selama 30 tahun terakhir dan Indonesia hampir memiliki jumlah yang sama, mayoritas korban jatuh ketika Indonesia dihantan tsunami pada bulan Desember 2004.
Sementara faktor kerentanan paling besar Iran adalah gempa bumi, di mana diklaim hampir 74 ribu nyawa melayang selama terjadi peristiwa tersebut.
India masuk ranking ke-11dengan total 141 ribu telah terenggut termasuk 50 ribu akibat gempa bumi, 40 ribu karena banjir, 15 ribu epidemik dan 23 ribu badai. Sedangkan China berada di posisi ke-12, dengan 148 ribu nyawa, di mana 87 ribu diantaranya hilang ketika gempa Sichuan 2008 berlangsung.
Negara-negara yang berada dalam kelompok G8 dipertimbangkan sebagai ‘berisiko tinggi’, turun kategori dari ‘ekstrem’.
Prancis di posisi 17 dan Italia 18, masuk dalam daftar akibat kematian massal akibat gelombang panas di tahun 2003 dan 2006, serta Amerika Serikat yang dikejutkan badai topan Katrina pada 2005.
Negara-negara yang memiliki risiko paling kecil di antaranya Andorra, Bahrain, Gibraltar, Liechtenstein, Malta, Monako, Qatar, San Mario dan Uni Emirat Arab.
Sebagian besar ahli menunjukkan peringatan tentang dampak perubahan iklim. Gangguan pola cuaca diprediksi mendorong episode bencana dengan frekuensi dan skala lebih besar menyangkut kekeringan dan banjir.
“Penelitian kami menekankan kebutuhan negara paling sejahter untuk fokus kepada upaya pencegahan dan penanganan agar resiko bencana bisa dikurangi,” ujar Moss dilansir dari Yahoonews.
Anggaran PB di tingkat Pemerintah Pusat (Kementrian/Lembaga)
salam relawan... salam Tagana..
Kawan-kawan pelaku dan pemerhati PB,
Pada tanggal 15 Mei 2010 dilakukan "*Diskusi Perencanaan Anggaran PB
pada Pemerintah Pusat*" di Sekretariat MPBI dengan narasumber Rinto
Andriono, IDEA. Acara ini dihadiri oleh 10 orang peserta dan dimoderasi
oleh Djuni Pristiyanto. Diskusi ini merupakan sebuah awal dari
serangkaian diskusi utk mengembangkan wacana PB dan menggiatkan
penyelenggaraan PB agar sesuai dengan semangat dan isi dari UU No. 24
Tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana.
*Notulensi "Diskusi Perencanaan Anggaran PB pada Pemerintah Pusat" dapat
diunduh dengan bebas di Website MPBI disini
.*
Adalah sangat menarik mendengarkan paparan Rinto Andriono yang
menganalisis Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2010. Menurut Rinto,
penanggulangan bencana (PB) dalam Prioritas RKP 2010, yaitu pada
"*Sasaran peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan
kapasitas adaptasi perubahan iklim*". Ada 5 (lima) point dalam bagian
ini, antara lain:
1. Meningkatnya kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan
bencana alam.
2. Meningkatnya pelaksanaan rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam.
3. Meningkatnya pengelolaan DAS di 18 unit DAS dan meningkatnya
pengelolaan irigasi.
4. Meningkatnya upaya pengelolaan sumber daya kelautan.
5. Meningkatnya operasionalisasi RTRWN, RTR Pulau, RTRWP, RTR Kab/Kota.
Dalam RKP 2010 itu ada anggaran-anggaran dari Kementerian/Lembaga (K/L),
termasuk BNPB. *Total anggaran BNPB mencapai Rp 222,062 Milyar*.
Anggaran BNPB ini terdiri dari
1. Belanja pegawai Rp 11,03 Milyar
2. Belanja barang Rp 132,8 Milyar
3. Belanja modal Rp 14,9 Milyar
4. Belanja hibah Rp 19 Milyar
Sementara itu anggaran K/L yang memuat hal-hal yg spesifik PB antara lain:
* Program pencarian dan penyelamatan Rp 348,402 Milyar (dilakukan
oleh BNPB).
* Belanja barang Rp 6,796 Milyar, Belanja modal Rp 341,606 Milyar.
* Lebih terfokus pada pengadaan kendaraan untuk pencarian dan
penyelamatan, tidak memadai jika diandalkan untuk merespon
kebutuhan PB nasional.
* Program pemulihan daerah yg terkena bencana nasional Rp 169,269
Milyar (dilakukan oleh Bappenas).
* Ada 3 komponen: pengembangan sistem manajemen PB nasional,
penanggulangan pasca bencana alam dan kerusuhan sosial, monitoring
pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
* Program ini terbatas mengintervensi kebutuhan pasca bencana,
padahal komponen pengembangan sistem PB dibutuhkan justru sebelum
bencana.
Di samping itu ada anggaran dari K/L yang potensial relevan untuk
pengurangan risiko bencana (PRB), seperti:
* Program peningkatan ketahanan pangan Rp 3,008 Trilyun
* Program upaya kesehatan masyarakat Rp 2,010 Trilyun
* Program pengembangan konservasi danau dan sumber daya air Rp 2,229
Trilyun
* Program penataan adminduk Rp 494,133 Milyar
* Program peningkatan kerjasama antar daerah Rp 9,2 Milyar
* Program pengendalian pencemaran Rp 910 Juta.
* Program penataan ruang Rp 2, 283 Trilyun
Dalam RKP 2010 program BNPB hanya ada satu, yaitu "Program pencarian dan
penyelamatan". Hal ini mungkin disebabkan karena:
* Paradigma BNPB masih berupa respon (emergency).
* BNPB tidak dapat menyakinkan K/L, khususnya Bappenas dan
Kementrian Keuangan sehingga hanya ada satu program itu yang
disetujui.
Ternyata sangat menarik mendiskusikan mengenai anggaran PB ini. Untuk
selanjutnya agendanya adalah:
* *Hari, tanggal: Kamis, 27 Mei 2010*
* *Pukul 13.00-16.00 WIB*
* *Tempat: Sekretariat MPBI, Jl. Kebon Sirih No. 5G, Jakarta Pusat*
* *Agenda: Diskusi Perencanaan anggaran PB (APBD) pada
Pemerintah Daerah
*
* *Narasumber: Didik Mulyono, Oxfam GB dan Sunarjo, IDEA. *
Diskusi mengenai perencanaan anggaran PB ini merupakan satu rangkaian
diskusi yg diadakan oleh MPBI pada bulan Mei - Juni 2010. Agenda lengkap
diskusi ada di bagian bawah email. Acara ini terbuka lebar bagi siapa
saja yang berminat dengan isu-isu penanggulangan bencana maupun bagi
mereka yang belum tahu dan ingin tahu mengenai isu-isu yang menjadi
subtopik diskusi tersebut. Kegiatan ini tidak dipungut biaya alias gratis.
Kawan-kawan pelaku dan pemerhati PB,
Pada tanggal 15 Mei 2010 dilakukan "*Diskusi Perencanaan Anggaran PB
pada Pemerintah Pusat*" di Sekretariat MPBI dengan narasumber Rinto
Andriono, IDEA. Acara ini dihadiri oleh 10 orang peserta dan dimoderasi
oleh Djuni Pristiyanto. Diskusi ini merupakan sebuah awal dari
serangkaian diskusi utk mengembangkan wacana PB dan menggiatkan
penyelenggaraan PB agar sesuai dengan semangat dan isi dari UU No. 24
Tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana.
*Notulensi "Diskusi Perencanaan Anggaran PB pada Pemerintah Pusat" dapat
diunduh dengan bebas di Website MPBI disini
Adalah sangat menarik mendengarkan paparan Rinto Andriono yang
menganalisis Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2010. Menurut Rinto,
penanggulangan bencana (PB) dalam Prioritas RKP 2010, yaitu pada
"*Sasaran peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan
kapasitas adaptasi perubahan iklim*". Ada 5 (lima) point dalam bagian
ini, antara lain:
1. Meningkatnya kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan
bencana alam.
2. Meningkatnya pelaksanaan rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam.
3. Meningkatnya pengelolaan DAS di 18 unit DAS dan meningkatnya
pengelolaan irigasi.
4. Meningkatnya upaya pengelolaan sumber daya kelautan.
5. Meningkatnya operasionalisasi RTRWN, RTR Pulau, RTRWP, RTR Kab/Kota.
Dalam RKP 2010 itu ada anggaran-anggaran dari Kementerian/Lembaga (K/L),
termasuk BNPB. *Total anggaran BNPB mencapai Rp 222,062 Milyar*.
Anggaran BNPB ini terdiri dari
1. Belanja pegawai Rp 11,03 Milyar
2. Belanja barang Rp 132,8 Milyar
3. Belanja modal Rp 14,9 Milyar
4. Belanja hibah Rp 19 Milyar
Sementara itu anggaran K/L yang memuat hal-hal yg spesifik PB antara lain:
* Program pencarian dan penyelamatan Rp 348,402 Milyar (dilakukan
oleh BNPB).
* Belanja barang Rp 6,796 Milyar, Belanja modal Rp 341,606 Milyar.
* Lebih terfokus pada pengadaan kendaraan untuk pencarian dan
penyelamatan, tidak memadai jika diandalkan untuk merespon
kebutuhan PB nasional.
* Program pemulihan daerah yg terkena bencana nasional Rp 169,269
Milyar (dilakukan oleh Bappenas).
* Ada 3 komponen: pengembangan sistem manajemen PB nasional,
penanggulangan pasca bencana alam dan kerusuhan sosial, monitoring
pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
* Program ini terbatas mengintervensi kebutuhan pasca bencana,
padahal komponen pengembangan sistem PB dibutuhkan justru sebelum
bencana.
Di samping itu ada anggaran dari K/L yang potensial relevan untuk
pengurangan risiko bencana (PRB), seperti:
* Program peningkatan ketahanan pangan Rp 3,008 Trilyun
* Program upaya kesehatan masyarakat Rp 2,010 Trilyun
* Program pengembangan konservasi danau dan sumber daya air Rp 2,229
Trilyun
* Program penataan adminduk Rp 494,133 Milyar
* Program peningkatan kerjasama antar daerah Rp 9,2 Milyar
* Program pengendalian pencemaran Rp 910 Juta.
* Program penataan ruang Rp 2, 283 Trilyun
Dalam RKP 2010 program BNPB hanya ada satu, yaitu "Program pencarian dan
penyelamatan". Hal ini mungkin disebabkan karena:
* Paradigma BNPB masih berupa respon (emergency).
* BNPB tidak dapat menyakinkan K/L, khususnya Bappenas dan
Kementrian Keuangan sehingga hanya ada satu program itu yang
disetujui.
Ternyata sangat menarik mendiskusikan mengenai anggaran PB ini. Untuk
selanjutnya agendanya adalah:
* *Hari, tanggal: Kamis, 27 Mei 2010*
* *Pukul 13.00-16.00 WIB*
* *Tempat: Sekretariat MPBI, Jl. Kebon Sirih No. 5G, Jakarta Pusat*
* *Agenda: Diskusi Perencanaan anggaran PB (APBD) pada
Pemerintah Daerah
*
* *Narasumber: Didik Mulyono, Oxfam GB dan Sunarjo, IDEA. *
Diskusi mengenai perencanaan anggaran PB ini merupakan satu rangkaian
diskusi yg diadakan oleh MPBI pada bulan Mei - Juni 2010. Agenda lengkap
diskusi ada di bagian bawah email. Acara ini terbuka lebar bagi siapa
saja yang berminat dengan isu-isu penanggulangan bencana maupun bagi
mereka yang belum tahu dan ingin tahu mengenai isu-isu yang menjadi
subtopik diskusi tersebut. Kegiatan ini tidak dipungut biaya alias gratis.
Langganan:
Postingan (Atom)