ARE YOU READY
Badai ganas menerjang wilayah India timur dan Bangladesh. Sedikitnya 33 orang tewas akibat badai itu. Lebih dari 60 ribu rumah hancur diterjang badai.
Serangan badai menerjang distrik utara di negara bagian West Bengal, India, sekitar 600 kilometer sebelah utara Kolkata dan daerah Rangpur, Bangladesh.
"Sebagian besar korban tertimpa reruntuhan tembok-tembok rumah mereka," kata menteri pertahanan sipil negara bagian West Bengal Srikumar Mukherjee, seperti diberitakan kantor berita AFP, Rabu (14/4/2010).
Diimbuhkannya, 50 ribu rumah telah hancur di India.
Di Bangladesh, dua orang tewas termasuk seorang perwira polisi yang tertimpa tembok yang roboh. Menurut administrator distrik Rangpur, B.M. Enamul Haq, badai merusak lebih dari 11.000 rumah-rumah di distrik Rangpur.
"Ini badai dahsyat dan kami masih meneliti kerusakan," ujarnya.
Serangan badai ini terjadi di tengah suhu udara yang sangat tinggi di sebagian wilayah India utara. Di banyak daerah, suhu udara telah mencapai di atas 40 derajat Celcius.
Rabu, Juni 02, 2010
Badai Agatha Terjang Amerika Tengah, 100 Orang Lebih Tewas
http://tagana-jatim.blogspot.com
erjangan badai tropis hebat yang terjadi di Amerika Tengah selama akhir pekan ini menewaskan lebih dari 100 orang, serta menimbulkan kerusakan bangunan yang parah.
Badai Tropis Agatha, yang setiap tahun menyerang wilayah Amerika Tengah, terutama di Guatemala saat ini telah menewaskan sedikitnya 92 orang. Sementara 54 orang lainnya hilang.
"Di antara korban yang tewas adalah empat anak yang terjebak di sebuah rumah yang tersapu tanah longsor, kata para pejabat setempat seperti dilansir AFP, Selasa (1/6/2010).
Menurut pejabat setempat, data terakhir korban menunjukkan ada sekitar 115, dengan perincian 92 korban tewas di Guatemala, dan 14 lainnya di Honduras serta 9 di El Salvador.
Puluhan ribu orang saat ini mengungsi di tempat penampungan, baik karena rumah mereka hancur atau warga yang dievakuasi lantaran tempat tinggalnya berpotensi mengalami kebanjiran.
Bantuan internasional mulai berdatangan. Beberapa lembaga donor menghimpun bantuan lewat situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.
(anw/anw)
erjangan badai tropis hebat yang terjadi di Amerika Tengah selama akhir pekan ini menewaskan lebih dari 100 orang, serta menimbulkan kerusakan bangunan yang parah.
Badai Tropis Agatha, yang setiap tahun menyerang wilayah Amerika Tengah, terutama di Guatemala saat ini telah menewaskan sedikitnya 92 orang. Sementara 54 orang lainnya hilang.
"Di antara korban yang tewas adalah empat anak yang terjebak di sebuah rumah yang tersapu tanah longsor, kata para pejabat setempat seperti dilansir AFP, Selasa (1/6/2010).
Menurut pejabat setempat, data terakhir korban menunjukkan ada sekitar 115, dengan perincian 92 korban tewas di Guatemala, dan 14 lainnya di Honduras serta 9 di El Salvador.
Puluhan ribu orang saat ini mengungsi di tempat penampungan, baik karena rumah mereka hancur atau warga yang dievakuasi lantaran tempat tinggalnya berpotensi mengalami kebanjiran.
Bantuan internasional mulai berdatangan. Beberapa lembaga donor menghimpun bantuan lewat situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.
(anw/anw)
Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena beberapa komponen pemicu, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis. Ada beberapa pemahaman yang perlu dipertegas sebelum melihat kasus per kasus dari berbagai bencana yang terjadi akhir akhir ini. Yakni Dari sisi manajemen bencana (Disaster management), yaitu relasi antara bencana (disaster), pemicu (trigger), ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability) dan risiko (risk ).
Sementara Negara Indonesia masih belum siap dan mampu menghadapi serta menangani kejadian-kejadian bencana skala besar dan menengah. Setidaknya, di level software (disaster Management) dan level hardware (Insfatruktur Fisik), serta permasalahan kesiapan kelembagaan bencana, kapasitas dana, infrastruktur kebijakan, ketiadaan perencanaan kontingensi bencana di level propinsi dan kabupaten, sarana dan prasarana memang belum siap untuk bencana besar Yang akan datang.
Godaan politis untuk “mengalamiahkan sebuah bencana” yang sesungguhnya anthropogenic akan terus dilakukan seiring dengan ketidak siapan pemerintah dalam mengalokasi sumber daya nasional dan lokal yang tepat dalam penanggulangan bencana. Bencana tidak pernah terjadi tiba-tiba. Gempa bisa tiba-tiba terjadi, tetapi jarak antara gempa dan bencana cukup panjang. Banjir dan tanah longsor bukan bencana yang tiba-tiba dan diperlukan proses yang panjang dan bukan karena faktor hujan semata, namun Politik dan kekuasaan yang didukung technical science dengan visi social-humanis yang kerdillah yang membuat sebuah bencana seolah terjadi menjadi serba mendadak.
Belajar dari pengalaman bencana sebelumnya, serta dengan adanya “International Disaster Reduction Day 2004” dan Undang Undang Disaster international, maka pemerintah dan masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menerapkan hal tersebut. walaupun reformasi telah bergulir 9 tahun, dan ketika kita lihat angka angka yang menakjubkan dalam lingkaran bencana seperti halnya : lebih dari 170,000 orang meninggal dunia, lebih 1.000.000 orang menjadi pengungsi internal, jumlah lapangan kerja yang hilang mencapai ratusan ribu, lebih dari 140 Triliun Rupiah kerugian langsung, membuat penduduk yang tidak miskin menjadi miskin, dan yang miskin turun peringkat ke sangat miskin dengan estimasi kerugian ekonomi Indonesia sedikitnya telah kehilangan lebih dari 14 triliun Rupiah, yang seharusnya bisa dipakai untuk investasi pelayanan social dasar dan pengurangan kemiskinan.
Sementara Negara Indonesia masih belum siap dan mampu menghadapi serta menangani kejadian-kejadian bencana skala besar dan menengah. Setidaknya, di level software (disaster Management) dan level hardware (Insfatruktur Fisik), serta permasalahan kesiapan kelembagaan bencana, kapasitas dana, infrastruktur kebijakan, ketiadaan perencanaan kontingensi bencana di level propinsi dan kabupaten, sarana dan prasarana memang belum siap untuk bencana besar Yang akan datang.
Godaan politis untuk “mengalamiahkan sebuah bencana” yang sesungguhnya anthropogenic akan terus dilakukan seiring dengan ketidak siapan pemerintah dalam mengalokasi sumber daya nasional dan lokal yang tepat dalam penanggulangan bencana. Bencana tidak pernah terjadi tiba-tiba. Gempa bisa tiba-tiba terjadi, tetapi jarak antara gempa dan bencana cukup panjang. Banjir dan tanah longsor bukan bencana yang tiba-tiba dan diperlukan proses yang panjang dan bukan karena faktor hujan semata, namun Politik dan kekuasaan yang didukung technical science dengan visi social-humanis yang kerdillah yang membuat sebuah bencana seolah terjadi menjadi serba mendadak.
Belajar dari pengalaman bencana sebelumnya, serta dengan adanya “International Disaster Reduction Day 2004” dan Undang Undang Disaster international, maka pemerintah dan masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menerapkan hal tersebut. walaupun reformasi telah bergulir 9 tahun, dan ketika kita lihat angka angka yang menakjubkan dalam lingkaran bencana seperti halnya : lebih dari 170,000 orang meninggal dunia, lebih 1.000.000 orang menjadi pengungsi internal, jumlah lapangan kerja yang hilang mencapai ratusan ribu, lebih dari 140 Triliun Rupiah kerugian langsung, membuat penduduk yang tidak miskin menjadi miskin, dan yang miskin turun peringkat ke sangat miskin dengan estimasi kerugian ekonomi Indonesia sedikitnya telah kehilangan lebih dari 14 triliun Rupiah, yang seharusnya bisa dipakai untuk investasi pelayanan social dasar dan pengurangan kemiskinan.
Langganan:
Postingan (Atom)