Selasa, Juni 08, 2010

Profil tagana jawa timur sekaligus Tokoh Masyarakat sadar bencana lereng gunung kelud

salam relawan... salam Tagana..

KETERKAITAN   HUBUNGAN   EMOSIANAL 
ANTARA
GUNUNG KELUD - MBAH AGUNG KELUD 
DAN 
TAGANA UTAMA JAWA TIMUR


PENDAHULUAN



Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak kultur alam dan kebudayaannya, sektor pariwisata, sektor perkebunan, sektor perhutanan, sektor pertanian, sektor pertambangan,  sektor industri baik jasa maupun industri barang jadi semua itu merupakan kontribusi yang cukup untuk menambah devisa negara.
Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah diprovinsi Jawa Timur yang memiliki potensi yang cukup besar dalam membantu pendapatan asli daerah, nilai – nilai kepribadian dan pengembangan budaya bangsa sangat erat sekali dengan sejarah bangsa kita. Sejak zaman Keemasan Kerajaan Majapahit Blitar adalah daerah yang sangat central buat para petinggi dikalangan kerajaan dimana setiap  ada upacara wisuda para pejabat  Kerajaan Majapahit yang diadakan di pelataran Candi Penataran.
Candi Penataran adalah simbol dari kebudayan yang hingga kini masih dipertahankan. Beberapa Candi yang ada di Kabupaten Blitar hanya Candi Penataran memiliki potensi terbesar untuk wisatawan baik lokal maupun macanegara. Letak Candi Penataran berada di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar dilatar belakangi oleh Gunung Kelud yang mengayomi masyarakat sekitar.
Selain Alamnya Kabupaten Blitar memiliki sejarah perjuangan yang kuat banyak tokoh sejarah yang dilahirkan di Blitar. Proklamator Republik Indonesia yaitu Presiden Soekarno, Pemimpin pejuang Pembela Tanah Air yaitu Soedancow Soepriadi beliau ini yang membuat ketokohan masyarakat Blitar kuat dan mendarah daging perjuang tanpah pamrih.
Dibalik semua ini masih banyak yang masih tersimpan dan jauh dari kebesaran nama Kabupaten Blitar salah satunya Dusun Kalibadak. Lewat penulisan artkel dengan Judul ” Gunung Kelud dan Masyarakat Kalibadak ” ini akan mengangkat nilai – nilai sosial dan budaya masyarakat sekitar lereng Gunung Kelud.

Secara pandangan umum Kabupaten Blitar adalah sebuah nama dengan sejarah panjang bangsa Indonesia dan keberhasilannya, tetapi kehidupan ini masih meninggalkan sisih keterbelakangan baik secara sosial dan kesejahteraan ekonominya. Sehingga membutukan kerja keras yang dapat membantu peningkatan kesejahteraan warga sekitar, kebudayaan berkumpul yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat yang mendorong semangat kamilah.
Kegotongroyongan menjadikan tradisi yang mengakar disemangat masyarakat Dusun kalibadak, jauh dari hiruk pikuk informasi dan sarana penerangan yang sangat lama, membuat kehidupan kesederhanan lekat sekali, kebudayaan tradisonal di Dusun Kalibadak  Desa Penataran Kecamatan Nglegok kabupaten Blitar sehingga nuansah alaminya masih terasa.
Sebagai tokoh masyarakat yang merasakan keterbelakangan informasi sangat menggugah hati nurani untuk bisa membantu banyak untuk meningkatkan nilai – nilai kesejahteraan masyarakat Dusun Kalibadak pada khususnya, kami harap peran pemerintah juga memiliki andil dalam upaya peningkatan Kwalitas dan mutu sumber daya manusianya.


PROFIL KETOKOHAN
MBAH AGUNG DARI LERENG GUNUNG KELUD



Nama             :  Agung Sarjianto / MBAH AGUNG KELUD
Lahir              :  Blitar, 2 April 1958  Pekerjaan     :  Wiraswasta
Aktifitas         :  TAGANA KAB. BLITAR JATIM   ( TAGANA GOLO                             PenasehatPaguyupan  Budaya Jawa
                           “ Jaranan Margo Utomo “
                           Pelestarian Burung Perkutut
Alamat           : Dusun Kali Badak   RT.02/17                             Desa Penataran
                           Kec. Ngelegok
                           Kabupaten Blitar
Agung Sarjianto lahir 52 Tahun silam diDusun Kali Badak Desa Penataran Kecamatan Ngelegok Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur, yang terletak pada 7,3 Km dilereng bawah pusat kawah Gunung Kelud. Sejak usia belia, sosok Agung Sarjianto sangat kental dengan kehidupan yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota Blitar, dimana tempat yang sangat terpencil tersebut dengan fasilitas alamnya yang indah, alami dan diselimuti oleh fenomena kultur Gunung Kelud yang menjadi aikon salah satu gunung berapi aktif di Provinsi Jawa Timur.
Sebagai Peduduk Dusun yang berpartisipasi membangun daerah, telah beliau wujudkan dengan bersama – sama masyarakat dalam membina pemuda dusun Kali Badak untuk mempertahankan budaya asli Jawa (Jaranan) yang telah lama ada dan hampir hilang oleh berbagai budaya yang berkembang pada saat ini, Serta membantu Pemerintah dalam meningkatkan pengetahuan Sumber Daya Manusia dan potensi alam didaerahnya. Sebagai bentuknya telah membuat Paguyupan Budaya Jawa Jaranan yang diberi nama “ Jaranan Margo Utomo “ yang dilestarikan hingga sekarang.
Ketokohan Agung Sarjianto didaerah Dusun Kali Badak sangat penting dimana kehidupan sebagian besar masyarakat disana adalah petani dan pekerja perhutani, dengan jumlah yang terdiri dari  93 KK dan sebanyak 265 Jiwa ini membuat kehidupan disana sangat rukun dan aman. Masyarakat dusun Kali Badak banyak mengenal dan menyebutnya dengan sebutan Mbah Agung.
sementara rekan rekan tagana jawa timur biasa memanggil mbah agung / eyang Agung Kelud
 
Pada tanggal 7 November 2007  pemerintah menetapkan  status Gunung Kelud meningkat menjadi siaga serta menginformasikan melalui SATLAK Kabupaten Blitar untuk mengevakuasi penduduk yang berada diradius yang telah ditetapkan menjadi daerah rawan aliran lahar, terutama Dusun Kali Badak yang berjarak 200 Meter saja.
 Lingkungan Kali Badak pada waktu itu merupakan salah satu kelompok masyarakat yang sulit untuk dievakuasi, karena mereka mempunyai keyakinan yang sulit di kendalikan oleh para petugas evakuasi. Peran mbah Agung sangat besar dalam proses evakuasi tersebut, dengan kerifan dan kebijaksanaan beliau berhasil membimbing masyarakat kalibadak untuk mengikuti serangkaian proses evakuasi yang dilaksanakan Pemkab Blitar.
Mbah Agung memeiliki suatu fenomena spiritual yang sangat kuat, yang memungkinkan bagi beliau untuk memberikan wacana kondisi gunung Kelud yang dalam keadaan aktif. Bahkan beliau masuk dalam daftar penokohan orang-orang yang mampu berkomunikasi dan membaca isyarat yang diberikan oleh mbah Iembu Suro yang konon disebut-sebut sebagai penguasa gunung Kelud. Sehingga beliau mendapat kunjungan dari beberapa pejabat terkait, seperti Bupati, Kapolda, kapolres, dan beberapa pejabat tinggi negara lainnya.
Keyakinan mbah Agung yang sangat kuat bahwa gunung Kelud belum sampai tahap meletus membuat daya tarik tersendiri bagi beliau untuk mengadakan ekspedisi perkembangan keaktifan gunung Kelud, dengan mendokumetasikan dari beberapa perkembangan dan gejolak yang terjadi. Mulai dari ditetapkannya peningkatan status mbah Agung melakukan serangkaian aktifitas spiritual hingga pengambilan film dokumenter disekitar kawah gunung Kelud sampai dengan akhir ditetapkannya status aman, yang sampai sekarang keberadaan hasil liputan tersebut masih menjadi rahasia umum (hanya kepada orang tertentu mbah Agung menunjukkan hasil liputannya ).
Pada suatu saat ditengah-tengah aktifitasnya digunung Kelud, mbah Agung berjumpa dengan TAGANA dan mbah Agung mempunyai rasa tertarik pada kinerja Tagana, berlanjut sampai dengan bulan Agustus 2009 mbah Agung menyatakan diri bergabung dengan Taruna Siaga Bencana.
Sebagai wujud kepeduliannya pada lingkungan, mbah Agung dengan sukarela menyalurkan tenaga, pikiran dan materinya untuk membantu menuntaskan permasalahan sosial yang terjadi akibat bencana alam. Misalnya banjir bandang dialiran sungai gunung Kawi tepatnya di perkebunan sengon genjong-Wlingi-Kab. Blitar 1 Maret 2009 yang memutuskan 3 jembatan dan mengakibatkan terisolasinya akses jalan dari 44 Kepala Keluarga.
BUKTI AKTIFITAS REKONTRUKSI PASCA BANJIR BANDANG GENJONG
DENGAN MEMMBANGUNAN KEMBALI JEMBATAN DARURAT GENJONG
BERSAMA TAGANA BLITAR YANG DIBIAYAI OLEH MBAH AGUNG
 
Profil Gn.Kelud dan Masyarakat Kali badak
Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.\
 
Pada abad ke-20, Gunung Kelut tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951, 1966, dan 1990. Tahun 2007 gunung ini kembali meningkat aktivitasnya. Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini.
Aktivitas gunung ini meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut hingga November tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah, peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari kehijauan menjadi putih keruh. Status "awas" (tertinggi) dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.
Setelah sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelut kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan.
Akibat aktivitas tinggi tersebut terjdi gejala unik yang baru terjadi dalam sejarah Kelut dengan munculnya asap putih dari tengah danau diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus "tumbuh" hingga berukuran selebar 100m. Para ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun 1990.
Sejak peristiwa tersebut aktivitas pelepasan energi semakin berkurang dan pada tanggal 8 November 2007 status Gunung Kelud diturunkan menjadi "siaga" (tingkat 3).
Gunung Kelud menurut legendanya terbentuk dari sebuah pengkhianatan cinta seorang putri bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti Mahesa Suro dan Lembu Suro. Kala itu, Dewi Kilisuci anak putri Jenggolo Manik yang terkenal akan kecantikannya dilamar dua orang raja. Namun yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagu berkepala kerbau bernama Mahesa Suro.
Untuk menolak lamaran tersebut,Dewi Kilisuci membuat sayembara yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia biasa, yaitu membuat dua sumur di atas puncak Gunung Kelud, yang satu harus berbau amis dan yang satunya harus berbau wangi dan harus selesai dalam satu malam atau sampai ayam berkokok.
Dengan kesaktian Mahesa Suro dan Lembu Suro, sayembara tersebut disanggupi. Setelah berkerja semalaman, kedua-duanya menang dalam sayembara. Tetapi Dewi Kilisuci masih belum mau diperistri. Kemudian Dewi Kilisuci mengajukan satu permintaan lagi. Yakni kedua raja tersebut harus membuktikan dahulu bahwa kedua sumur tersebut benar benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur. Terpedaya oleh rayuan tersebut, keduanyapun masuk ke dalam sumur yang sangat dalam tersebut. Begitu mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu. Maka matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro. Tetapi sebelum mati Lembu Suro sempat bersumpah dengan mengatakan “Ya, orang Kediri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau. Dari legenda ini akhirnya masyarakat lereng Gunung kelud melakukan sesaji sebagai tolak balak supah itu yang disebut Larung Sesaji. Acara ini digelar setahun sekali pada tanggal 23 bulan surau oleh masyakat Kediri dan Blitar. 
Letusan terjadi pada tanggal 26 April 1966 pukul 20.15 yang menyebabkan terjadinya lahar pada aliran Sungai Kalibadak, sungai Kaliputih, Sungai Kalingobo, sungai Kalikonto, dan sungai Kalisemut. Korban manusia berjumlah 210 orang di daerah Jatilengger dan Atas Kedawung. Letusan ini menghasilkan  sekitar 90 juta meter 3 lahar dingin.
 Letusan tahun 1990. Letusan terjadi pada tanggal 10 Februari 1990, letusan ini merupakan kejadian letusan Gunung Kelut yang dipantau masyarakat sekitar aliran lahar yang mengakibatkan hujan debu sehingga sangat menggangu aktifitas masyarakat hingga setebal 15 Cm sampai dengan 17 Cm.
Karakter / ciri letusan : Ada dua macam ciri letusan yaitu :
1.      Letusan yang terjadi akibat penguapan air danau kawah yang merembes melalui rekahan pada dasar kawah yang secara serentak kemudian dihembuskan ke atas permukaan. Jenis letusan ini umumnya mengawali aktivitas gunung Kelut terutama memicu terjadinya letusan berulang – ulang dan sering diiringi gempa tremor.
Letusan magmatik merupakan letusan yang menghasilkan rempah- rempah  gunungapi baru berupa lava, jatuhan piroklastik, dan aliran piroklastik. Letusan magmatik yang terjadi umumnya bersifat eksplosif yang dipengaruhi penambahan kandungan gas vulkanik disertai meningkatnya energi letusan terutama energi panas. Letusan gunung Kelud umumnya berlangsung singkat , hal ini menampakkan adanya dapur magma yang kecil dengan kandungan energi letusan yang rendah..
 Daerah Aliran Lahar sangat rawan akan resiko baik status aman maupun status siaga. Ancaman letusan Gunung Kelud masih berlanjut. Setelah mengguncang dan menghujani Kabupaten Blitar dan Kediri dengan batu kerikil, abu, dan segenap isi perut bumi, kini Gunung Kelud masih mengancam penduduk dengan berbagai bala atau bencana baru. Awan debu tebal, yang berhari-hari meneror penduduk, sejak pekan lalu memang mulai menyisih.
Apalagi Gunung Kelud mempunyai 9 buah DAS (daerah aliran sungai) yang menghilir ke segala arah. Banjir lahar itu terbukti Kamis pekan lalu. Hujan deras yang mengguyur Gunung Kelud telah membuat stok rempah vulkanik, di bagian utara, hanyut. Lewat Kali Sumberagung, debu limbah gunung itu meluncur deras ke bawah, menerjang pinggiran Desa Mangli, Kecamatan Puncu, Kediri, dan pasar desa roboh dibuatnya. "Jangankan rumah, batu-batu pun menggelinding terceret lahar. Masih untung lahar itu tak semuanya masuk desa. Betapapun demikian, 20 ha tanah pertanian -- sebagian ditanami kopi, kelapa, dan cokelat -- hancur total. Ancaman terbesar muncul dari Kaliputih dan Kalibadak, yang mengalir ke arah barat Onggokan di lereng-lereng gunung itu kini merupakan ancaman baru. Bila hujan turun, "Material itu akan hanyut menjadi lahar dingin, memberi peringatan. Aliran material vulkanik itu bisa menerjang ke mana-mana. daya -- menuju Kota Blitar. Muntahan lahar Gunung Kelud itu, kini banyak yang parkir di lereng-lereng kedua DAS itu. Kejadian ini mirip betul dengan hasil letusan Kelud 1966. Kedua sungai itulah yang berperan penting menebar bencana lahar gunung. Bencana lahar dingin memang tak harus muncul. Sebab, bisa juga material gunung itu hanyut perlahan oleh hujan ringan, atau tergulir ke bawah oleh gaya beratnya sendiri.
Perkebunan Candisewu, yang memiliki 600 ha lahan. Kerugian itu tak cuma dari kegagalan panen. "Belum lagi akibat tanaman yang mati, Tanaman kopi dan cengkeh di Perkebunan Candisewu,  betul-betul celaka. Ranting-rantingnya patah oleh hujan batu dan kerikil. Daunnya pun rontok, dan kini permukaan tanah kebun tertutup oleh timbunan debu. Kerusakan besar juga terjadi di sektor tanaman pangan. Dari 30 ha sawah yang dibudidayakan di Kabupaten Blitar musim tanam ini, 23% hancur total, dan 40% lainnya mengalami kerusakan
diperkirakan, kehilangan hasil panen padi mencapai 40 ribu ton. Pengaruh buruk debu itu bisa berlangsung beberapa bulan. Sebab, "debu-debu itu akan menyumbat pori-pori tanah. Akibatnya, tanaman bisa menderita lantaran kekurangan oksigen.
Membersihkan debu dari permukaan saja tentu tak cukup untuk memulihkan porositas tanah seperti semula. Maka, diperlukan kiat khusus untuk membuka penyumbatan pori itu. "Berikan saja bahan organik. Kandungan nitrogen yang tinggi pada bahan organik (pupuk hijau), menurut masyarakat pekerja diperkebunan candi sewu baru akan cepat melapukkan debu. Sementara itu, "wabah" debu ternyata bukan cuma menyesakkan tanaman. Beberapa orang mulai merasa sesak napas dan batuk-batuk. Gejala sakit gatal-gatal pada kulit, mata merah, dan sakit perut juga mulai menjangkiti sebagian penduduk yang terkena musibah. Apalagi kini sebagian besar air untuk kebutuhan sehari-hari mulai dicemari oleh taburan abu halus yang dimuntahkan dari perut Gunung Kelud.
 Tim Kordinator Tagana Jawa timur By. Opered

Tidak ada komentar: