KETERKAITAN HUBUNGAN EMOSIANAL
ANTARA
GUNUNG KELUD - MBAH AGUNG KELUD
DAN
TAGANA UTAMA JAWA TIMUR
PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak kultur alam dan kebudayaannya, sektor pariwisata, sektor perkebunan, sektor perhutanan, sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri baik jasa maupun industri barang jadi semua itu merupakan kontribusi yang cukup untuk menambah devisa negara.
Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah diprovinsi Jawa Timur yang memiliki potensi yang cukup besar dalam membantu pendapatan asli daerah, nilai – nilai kepribadian dan pengembangan budaya bangsa sangat erat sekali dengan sejarah bangsa kita. Sejak zaman Keemasan Kerajaan Majapahit Blitar adalah daerah yang sangat central buat para petinggi dikalangan kerajaan dimana setiap ada upacara wisuda para pejabat Kerajaan Majapahit yang diadakan di pelataran Candi Penataran.
Candi Penataran adalah simbol dari kebudayan yang hingga kini masih dipertahankan. Beberapa Candi yang ada di Kabupaten Blitar hanya Candi Penataran memiliki potensi terbesar untuk wisatawan baik lokal maupun macanegara. Letak Candi Penataran berada di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar dilatar belakangi oleh Gunung Kelud yang mengayomi masyarakat sekitar.
Selain Alamnya Kabupaten Blitar memiliki sejarah perjuangan yang kuat banyak tokoh sejarah yang dilahirkan di Blitar. Proklamator Republik Indonesia yaitu Presiden Soekarno, Pemimpin pejuang Pembela Tanah Air yaitu Soedancow Soepriadi beliau ini yang membuat ketokohan masyarakat Blitar kuat dan mendarah daging perjuang tanpah pamrih.
Dibalik semua ini masih banyak yang masih tersimpan dan jauh dari kebesaran nama Kabupaten Blitar salah satunya Dusun Kalibadak. Lewat penulisan artkel dengan Judul ” Gunung Kelud dan Masyarakat Kalibadak ” ini akan mengangkat nilai – nilai sosial dan budaya masyarakat sekitar lereng Gunung Kelud.
Secara pandangan umum Kabupaten Blitar adalah sebuah nama dengan sejarah panjang bangsa Indonesia dan keberhasilannya, tetapi kehidupan ini masih meninggalkan sisih keterbelakangan baik secara sosial dan kesejahteraan ekonominya. Sehingga membutukan kerja keras yang dapat membantu peningkatan kesejahteraan warga sekitar, kebudayaan berkumpul yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat yang mendorong semangat kamilah.
Kegotongroyongan menjadikan tradisi yang mengakar disemangat masyarakat Dusun kalibadak, jauh dari hiruk pikuk informasi dan sarana penerangan yang sangat lama, membuat kehidupan kesederhanan lekat sekali, kebudayaan tradisonal di Dusun Kalibadak Desa Penataran Kecamatan Nglegok kabupaten Blitar sehingga nuansah alaminya masih terasa.
Sebagai tokoh masyarakat yang merasakan keterbelakangan informasi sangat menggugah hati nurani untuk bisa membantu banyak untuk meningkatkan nilai – nilai kesejahteraan masyarakat Dusun Kalibadak pada khususnya, kami harap peran pemerintah juga memiliki andil dalam upaya peningkatan Kwalitas dan mutu sumber daya manusianya.
PROFIL KETOKOHAN
MBAH AGUNG DARI LERENG GUNUNG KELUD
Lahir : Blitar, 2 April 1958
Pekerjaan : Wiraswasta
Aktifitas : TAGANA KAB. BLITAR JATIM ( TAGANA GOLO
PenasehatPaguyupan Budaya Jawa
“ Jaranan Margo Utomo “
Pelestarian Burung Perkutut
Alamat : Dusun Kali Badak RT.02/17
Desa Penataran
Kec. Ngelegok
Kabupaten Blitar
BERSAMA TAGANA BLITAR YANG DIBIAYAI
OLEH MBAH AGUNG
Agung Sarjianto
lahir 52 Tahun silam diDusun Kali Badak Desa Penataran Kecamatan Ngelegok Kabupaten
Blitar Provinsi Jawa Timur, yang terletak pada 7,3 Km dilereng bawah pusat
kawah Gunung Kelud. Sejak usia belia, sosok Agung Sarjianto sangat kental
dengan kehidupan yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota Blitar, dimana
tempat yang sangat terpencil tersebut dengan fasilitas alamnya yang indah, alami
dan diselimuti oleh fenomena kultur Gunung Kelud yang menjadi aikon salah satu
gunung berapi aktif di Provinsi Jawa Timur.
Sebagai Peduduk
Dusun yang berpartisipasi membangun daerah, telah beliau wujudkan dengan
bersama – sama masyarakat dalam membina pemuda dusun Kali Badak untuk
mempertahankan budaya asli Jawa (Jaranan) yang telah lama ada dan hampir hilang
oleh berbagai budaya yang berkembang pada saat ini, Serta membantu Pemerintah
dalam meningkatkan pengetahuan Sumber Daya Manusia dan potensi alam
didaerahnya. Sebagai bentuknya telah membuat Paguyupan Budaya Jawa Jaranan yang
diberi nama “ Jaranan Margo Utomo “ yang dilestarikan hingga sekarang.
Ketokohan Agung
Sarjianto didaerah Dusun Kali Badak sangat penting dimana kehidupan sebagian
besar masyarakat disana adalah petani dan pekerja perhutani, dengan jumlah yang
terdiri dari 93 KK dan sebanyak 265 Jiwa
ini membuat kehidupan disana sangat rukun dan aman. Masyarakat dusun Kali Badak
banyak mengenal dan menyebutnya dengan sebutan Mbah Agung.
sementara rekan rekan tagana jawa timur biasa memanggil mbah agung / eyang Agung Kelud
Pada tanggal 7 November
2007 pemerintah menetapkan status Gunung Kelud meningkat menjadi siaga
serta menginformasikan melalui SATLAK Kabupaten Blitar untuk mengevakuasi
penduduk yang berada diradius yang telah ditetapkan menjadi daerah rawan aliran
lahar, terutama Dusun Kali Badak yang berjarak 200 Meter saja.
Lingkungan Kali Badak pada waktu itu merupakan
salah satu kelompok masyarakat yang sulit untuk dievakuasi, karena mereka
mempunyai keyakinan yang sulit di kendalikan oleh para petugas evakuasi. Peran
mbah Agung sangat besar dalam proses evakuasi tersebut, dengan kerifan dan
kebijaksanaan beliau berhasil membimbing masyarakat kalibadak untuk mengikuti
serangkaian proses evakuasi yang dilaksanakan Pemkab Blitar.
Mbah Agung memeiliki
suatu fenomena spiritual yang sangat kuat, yang memungkinkan bagi beliau untuk
memberikan wacana kondisi gunung Kelud yang dalam keadaan aktif. Bahkan beliau
masuk dalam daftar penokohan orang-orang yang mampu berkomunikasi dan membaca
isyarat yang diberikan oleh mbah Iembu Suro yang konon disebut-sebut sebagai
penguasa gunung Kelud. Sehingga beliau mendapat kunjungan dari beberapa pejabat
terkait, seperti Bupati, Kapolda, kapolres, dan beberapa pejabat tinggi negara
lainnya.
Keyakinan mbah Agung
yang sangat kuat bahwa gunung Kelud belum sampai tahap meletus membuat daya
tarik tersendiri bagi beliau untuk mengadakan ekspedisi perkembangan keaktifan
gunung Kelud, dengan mendokumetasikan dari beberapa perkembangan dan gejolak
yang terjadi. Mulai dari ditetapkannya peningkatan status mbah Agung melakukan
serangkaian aktifitas spiritual hingga pengambilan film dokumenter disekitar
kawah gunung Kelud sampai dengan akhir ditetapkannya status aman, yang sampai
sekarang keberadaan hasil liputan tersebut masih menjadi rahasia umum (hanya
kepada orang tertentu mbah Agung menunjukkan hasil liputannya ).
Pada suatu saat
ditengah-tengah aktifitasnya digunung Kelud, mbah Agung berjumpa dengan TAGANA
dan mbah Agung mempunyai rasa tertarik pada kinerja Tagana, berlanjut sampai
dengan bulan Agustus 2009 mbah Agung menyatakan diri bergabung dengan Taruna
Siaga Bencana.
Sebagai wujud
kepeduliannya pada lingkungan, mbah Agung dengan sukarela menyalurkan tenaga,
pikiran dan materinya untuk membantu menuntaskan permasalahan sosial yang
terjadi akibat bencana alam. Misalnya banjir bandang dialiran sungai gunung
Kawi tepatnya di perkebunan sengon genjong-Wlingi-Kab. Blitar 1 Maret 2009 yang
memutuskan 3 jembatan dan mengakibatkan terisolasinya akses jalan dari 44
Kepala Keluarga.
BUKTI AKTIFITAS REKONTRUKSI PASCA BANJIR BANDANG GENJONG
DENGAN MEMMBANGUNAN KEMBALI JEMBATAN DARURAT GENJONG
Profil Gn.Kelud dan Masyarakat Kali badak
Sejak abad ke-15, Gunung Kelud
telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut
korban lebih dari 10.000 jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar
telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini
setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban
hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.\
Pada abad ke-20,
Gunung Kelut tercatat meletus pada tahun
1901, 1919 (1 Mei), 1951, 1966,
dan 1990. Tahun 2007 gunung ini kembali meningkat aktivitasnya. Pola ini
membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung
ini.
Aktivitas
gunung ini meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut
hingga
November tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah,
peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari
kehijauan
menjadi putih keruh. Status "awas" (tertinggi) dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang berimplikasi
penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135.000 jiwa) yang
tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun letusan tidak
terjadi.
Setelah
sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelut kembali meningkat sejak 30
Oktober
2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan
vulkanik
dangkal. Pada tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau
melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar
40
derajat Celsius, sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran
gempa
tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas
pengawas
harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan.
Akibat
aktivitas tinggi tersebut terjdi gejala unik yang baru terjadi dalam
sejarah
Kelut dengan munculnya asap putih dari tengah danau diikuti dengan kubah lava dari
tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus
"tumbuh" hingga berukuran selebar 100m. Para ahli menganggap kubah
lava inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak segera
terjadi.
Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan
tahun
1990.
Sejak
peristiwa tersebut aktivitas pelepasan energi semakin berkurang dan pada
tanggal 8 November 2007 status Gunung Kelud diturunkan menjadi
"siaga" (tingkat 3).
Gunung Kelud
menurut legendanya terbentuk dari sebuah pengkhianatan cinta seorang
putri
bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti Mahesa Suro dan Lembu
Suro. Kala
itu, Dewi Kilisuci anak putri Jenggolo Manik yang terkenal akan
kecantikannya
dilamar dua orang raja. Namun yang melamar bukan dari bangsa manusia,
karena
yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagu
berkepala
kerbau bernama Mahesa Suro.
Untuk menolak lamaran tersebut,Dewi
Kilisuci membuat
sayembara yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia biasa, yaitu
membuat dua
sumur di atas puncak Gunung Kelud, yang satu harus berbau amis dan yang
satunya
harus berbau wangi dan harus selesai dalam satu malam atau sampai ayam
berkokok.
Dengan kesaktian Mahesa Suro dan Lembu
Suro,
sayembara tersebut disanggupi. Setelah berkerja semalaman, kedua-duanya
menang
dalam sayembara. Tetapi Dewi Kilisuci masih belum mau diperistri.
Kemudian Dewi
Kilisuci mengajukan satu permintaan lagi. Yakni kedua raja tersebut
harus
membuktikan dahulu bahwa kedua sumur tersebut benar benar berbau wangi
dan amis
dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur. Terpedaya oleh
rayuan
tersebut, keduanyapun masuk ke dalam sumur yang sangat dalam tersebut.
Begitu
mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan
prajurit Jenggala
untuk menimbun keduanya dengan batu. Maka matilah Mahesa Suro dan Lembu
Suro.
Tetapi sebelum mati Lembu Suro sempat bersumpah dengan mengatakan “Ya,
orang Kediri
besok akan
mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar
akan jadi daratan
dan Tulungagung menjadi danau. Dari legenda ini akhirnya masyarakat
lereng
Gunung kelud melakukan sesaji sebagai tolak balak supah itu yang disebut
Larung
Sesaji. Acara ini digelar setahun sekali pada tanggal 23 bulan surau
oleh
masyakat Kediri dan Blitar.
Letusan terjadi pada
tanggal 26 April 1966 pukul 20.15 yang menyebabkan terjadinya lahar pada aliran
Sungai Kalibadak, sungai Kaliputih, Sungai Kalingobo, sungai Kalikonto, dan
sungai Kalisemut. Korban manusia berjumlah 210 orang di daerah Jatilengger dan
Atas Kedawung. Letusan ini menghasilkan
sekitar 90 juta meter 3 lahar dingin.
Letusan tahun 1990. Letusan terjadi pada
tanggal 10 Februari 1990, letusan ini merupakan kejadian letusan Gunung Kelut
yang dipantau masyarakat sekitar aliran lahar yang mengakibatkan hujan debu
sehingga sangat menggangu aktifitas masyarakat hingga setebal 15 Cm sampai
dengan 17 Cm.
Karakter /
ciri letusan :
Ada dua macam ciri letusan yaitu :
1.
Letusan yang terjadi akibat penguapan air danau kawah
yang merembes melalui rekahan pada dasar kawah yang secara serentak kemudian
dihembuskan ke atas permukaan. Jenis letusan ini umumnya mengawali aktivitas
gunung Kelut terutama memicu terjadinya letusan berulang – ulang dan sering
diiringi gempa tremor.
Letusan magmatik
merupakan letusan yang menghasilkan rempah- rempah gunungapi baru berupa
lava, jatuhan piroklastik, dan aliran piroklastik. Letusan magmatik yang
terjadi umumnya bersifat eksplosif yang dipengaruhi penambahan kandungan gas
vulkanik disertai meningkatnya energi letusan terutama energi panas.
Letusan gunung Kelud umumnya berlangsung singkat , hal ini menampakkan adanya
dapur magma yang kecil dengan kandungan energi letusan yang rendah..
Daerah
Aliran Lahar sangat rawan akan resiko baik status aman maupun status
siaga. Ancaman
letusan Gunung Kelud masih berlanjut. Setelah mengguncang dan menghujani
Kabupaten Blitar dan Kediri dengan batu kerikil, abu, dan segenap isi perut
bumi, kini Gunung Kelud masih mengancam penduduk dengan berbagai bala atau
bencana baru. Awan debu tebal, yang berhari-hari meneror penduduk, sejak pekan
lalu memang mulai menyisih.
Apalagi Gunung Kelud
mempunyai 9 buah DAS (daerah aliran sungai) yang menghilir ke segala arah.
Banjir lahar itu terbukti Kamis pekan lalu. Hujan deras yang mengguyur Gunung
Kelud telah membuat stok rempah vulkanik, di bagian utara, hanyut. Lewat Kali
Sumberagung, debu limbah gunung itu meluncur deras ke bawah, menerjang
pinggiran Desa Mangli, Kecamatan Puncu, Kediri, dan pasar desa roboh dibuatnya.
"Jangankan rumah, batu-batu pun menggelinding terceret lahar. Masih untung
lahar itu tak semuanya masuk desa. Betapapun demikian, 20 ha tanah pertanian --
sebagian ditanami kopi, kelapa, dan cokelat -- hancur total. Ancaman terbesar
muncul dari Kaliputih dan Kalibadak, yang mengalir ke arah barat Onggokan di
lereng-lereng gunung itu kini merupakan ancaman baru. Bila hujan turun,
"Material itu akan hanyut menjadi lahar dingin, memberi peringatan. Aliran
material vulkanik itu bisa menerjang ke mana-mana. daya -- menuju Kota Blitar.
Muntahan lahar Gunung Kelud itu, kini banyak yang parkir di lereng-lereng kedua
DAS itu. Kejadian ini mirip betul dengan hasil letusan Kelud 1966. Kedua sungai
itulah yang berperan penting menebar bencana lahar gunung. Bencana lahar dingin
memang tak harus muncul. Sebab, bisa juga material gunung itu hanyut perlahan
oleh hujan ringan, atau tergulir ke bawah oleh gaya beratnya sendiri.
Perkebunan Candisewu,
yang memiliki 600 ha lahan. Kerugian itu tak cuma dari kegagalan panen.
"Belum lagi akibat tanaman yang mati, Tanaman kopi dan cengkeh di
Perkebunan Candisewu, betul-betul
celaka. Ranting-rantingnya patah oleh hujan batu dan kerikil. Daunnya pun
rontok, dan kini permukaan tanah kebun tertutup oleh timbunan debu. Kerusakan
besar juga terjadi di sektor tanaman pangan. Dari 30 ha sawah yang
dibudidayakan di Kabupaten Blitar musim tanam ini, 23% hancur total, dan 40%
lainnya mengalami kerusakan
diperkirakan, kehilangan
hasil panen padi mencapai 40 ribu ton. Pengaruh buruk debu itu bisa berlangsung beberapa
bulan. Sebab, "debu-debu itu akan menyumbat pori-pori tanah. Akibatnya,
tanaman bisa menderita lantaran kekurangan oksigen.
Membersihkan debu dari
permukaan saja tentu tak cukup untuk memulihkan porositas tanah seperti semula.
Maka, diperlukan kiat khusus untuk membuka penyumbatan pori itu. "Berikan
saja bahan organik. Kandungan nitrogen yang tinggi pada bahan organik (pupuk
hijau), menurut masyarakat pekerja diperkebunan candi sewu baru akan cepat
melapukkan debu. Sementara itu, "wabah" debu ternyata bukan cuma
menyesakkan tanaman. Beberapa orang mulai merasa sesak napas dan batuk-batuk.
Gejala sakit gatal-gatal pada kulit, mata merah, dan sakit perut juga mulai
menjangkiti sebagian penduduk yang terkena musibah. Apalagi kini sebagian besar
air untuk kebutuhan sehari-hari mulai dicemari oleh taburan abu halus yang
dimuntahkan dari perut Gunung Kelud.