Peran Masyarakat Dalam Penanganan Bencana
Oleh:
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva
Tagana 16.06.0458
Tagana 16.06.0458
salam relawan... salam Tagana..
Penanganan bencana mencakup aspek mitigasi bencana (pencegahan), emergency saat terjadinya bencana, dan aspek rehabilitasi. Penanganan emergency targetnya adalah penyelamatan sehingga risiko tereliminir. Sedangkan rehabilitasi merupakan upaya mengembalikan pada kondisi normal kembali.
Dampak bencana yang ditimbulkan dapat berupa kematian masal, terganggunya tatanan sosiologis dan psikologis masyarakat, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, keterbelakangan, dan hancurnya lingkungan hidup masyarakat. Begitu besarnya risiko yang ditimbulkan oleh bencana ini, maka penanganan bencana menjadi sangat penting untuk menjadi perhatian dan tugas kita bersama. Tanpa kebersamaan, sangat sulitlah kita untuk mampu mengatasi dampak bencana. Karena pada kenyataanya, tidak ada satu pihakpun yang paling mampu menangani dampak bencana ini.
Sisi Positif bencana
1.Bencana mampu menggerakan solideritas masyarakat secara massive dan
spontan dengan kesadaranya sendiri.
2.Bencana mampu menggugah kesadaran sosial dan nilai-nilai dasar
kemanusiaan secara universal.
3.Bencana menjadi satu-satunya kejadian dimana masyarakat tanpa diminta,
langsung menunjukkan partisipasi dan pengorbanannya.
4.Bencana dapat membangkitkan semangat kreatifitas masyarakat, sehingga
sangat mungkin akan menghantarkan pada kejayaan.
5.Bencana dapat memupuk kebersamaan antar pihak, walau sesaat.
Peran Masyarakat
Dalam penanganan bencana peran masyarakat menjadi elemen yang paling penting. Karena kekuatan pemerintah semata sangatlah kecil jika dibandingkan dengan tantangan yang begitu besar. Peran masyarakat dalam penanganan bencana dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk : relawan lapangan dengan menyumbangkan tenaga dan keahlian, mobilisasi dana, dan akses fasilitas.
Relawan
Dalam penanganan emergency bencana, relawan mempunyai posisi dan peran yang sangat penting. Oleh karena itu relawan bukan sekedar sebuah kekuatan alternatif, tetapi menjadi alternatif utama. Tentu ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi relawan emergency bencana. Yang terpenting adalah kekuatan fisik dan keahlian. Fragmentasi keterlibatan relawan dalam penanganan bencana adalah sebagai berikut :
1. Relawan sebagai donatur. Sesungguhnya masyarakat yang mendermakan dananya untuk membantu korban bencana, maka sejatinya iapun adalah relawan. Dana bahkan menjadi hal yang sangat penting untuk mendukung hasil maksimal penanganan bencana.
2. Relawan sebagai penyumbang tenaga dan keahlian. Termasuk dalam kelompok ini adalah ahli evakuasi, ahli medis, jurnalis, ahli gizi, juru masak, tukang bangunan, psikolog, guru, seniman, dan lainya yang secara sukarela turun langsung membantu korban bencana di lapangan.
3. Relawan sebagai penyedia fasilitas yang diperlukan dalam penaganan bencana. Misalnya ada relawan yang menyediakan sarana transportasi, menydediakan rumah atau kantornya untuk dijadikan markas posko kemanusiaan, dll.
Kepemimpinan dalam Penanganan Emergency Bencana
Salah satu syarat sukses penanganan emergency bencana adalah kepemimpinan. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan adalah kebingungan, kehancuran, kerugian, dan malapetaka. Kepemimpinan yang dimaksud tentu selayaknya dari unsur pemilik otoritas (pemerintah). Keberhasilan semua elemen masyarakat dalam kancah bencana sangat tergantung keberadaan pemimpin. Namun justru hal inilah yang biasanya menjadi titik lemah penanganan bencana di Indonesia, termasuk kasus penanganan gempa dan tsunami di NAD khususnya pada saat-saat awal kejadian bencana. Kepemimpinan dalam penanganan emergency bencana haruslah mampu dengan cepat, tepat, dan berani mengambil keputusan, bersikap tegas, menjalankan sistem instruksi bukan diskusi.
Manajemen Logistik
Hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam penanganan logistik bantuan :
1. Pengadaan logistik bantuan harus sedapat mungkin berdampak pada pemberdayaan ekonomi lokal. Caranya adalah membeli logistik bantuan dari pelaku ekonomi lokal, khususnya para pelaku ekonomi menengah bawah. Ini akan mendorong perputaran ekonomi lokal menjadi stabil. Strategi seperti ini sangat efektif dan efesien karena selain memungkinkan bisa cepat tiba di lokasi bencana, kita juga tidak direpotkan oleh ribetnya masalah transportasi.
2. Ragam logistik bantuan terutama untuk makanan dan sandang, hendaknya menyesuaikan dengan kultur yang berlaku di masyarakat korban bencana. Sebagai contoh, ternyata masyarakat Aceh tidak menyukai ikan sarden yang diawetkan. Kebanyakan pengungsi menukarnya dengan barang lain dengan para pedagang. Atau karena tidak segera dikonsumsi, banyak sarden yang menjadi kadaluarsa. Berdasarkan pengamatan kami di lapangan, ikan asin lebih mereka sukai daripada sarden. Dan ikan asin dengan mudah bisa dibeli dari para nelayan Aceh.
3. Makanan memenuhi standar gizi. Korban bencana yang umumnya menghuni barak-barak penampungan alakadarnya, tentu menyebabkan keadaan fisik mereka sangat rentan. Oleh karena itu pilihan logistik makanan yang tidak mempunyai nilai gizi maksimum bisa menyebabkan malapetaka bagi korban. Data menunjukkan bahwa wabah penyakit dan kematian korban bencana banyak terjadi justru setelah mereka mengkonsumsi makanan yang tidak bergizi secara terus menerus. Mie instan misalnya bukanlah pilihan logistik yang aman untuk dikonsumsi secara terus menerus oleh pengungsi korban bencana.
4. Pakaian yang diberikan sesuai kebutuhan dan tetap memperhatikan martabat korban sebagai manusia.
Menggerakan elemen lokal dalam penanganan bencana
Dalam menangani dampak bencana, baik pada tahapan emergency maupun tahapan rehabilitasi, sebaiknya menggerakan elemen lokal sebagai sumberdaya utama sepanjang itu masih dimungkinkan. Bahkan bisa menggerakan sebagian dari korban bencana itu sendiri. Dalam hal ini misalnya kebutuhan tenaga relawan lapangan bisa merekrut SDM lokal. Untuk menggerakkan elemen lokal tidaklah sulit, karena pada hakekatnya semua program yang kita ingin lakukan adalah kebutuhan mereka. Artinya menjadikan elemen lokal termasuk korban sebagai subjek, bukan objek. Prinsip ini akan jauh lebih maksimal hasilnya karena elemen lokal dan korban akan merasa memiliki terhadap program yang kita jalankan.
Penutup
Bekerja menangani bencana adalah bekerja yang sulit. Karena tidak ada yang benar-benar mampu mempersiapkan untuk kerja-kerja yang unpredictable. Sungguhpun demikian, mengadakan persiapan jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Oleh karena itu jika kita ingin menjadi masyarakat dan bangsa yang selalu siap menghadapi tantangan bencana, maka belajarlah tanpa henti dari banyak bencana yang telah terjadi.
Tim Kordinator Tagana Jawa timur By. Opered
Tidak ada komentar:
Posting Komentar